Subscribe Us

header ads

Analisis Regulasi Politik Nasional Menjelang Pemilu 2014

Rangkaian sistem politik nasional terus bergerak melaju tanpa henti, pergeseran dan perubahan dari para elit politik dikancah nasional terus bergerak untuk berebut pengaruh dan simpatik rakyat dalam rangka memenangkan partainya masing-masing yang sudah dinyatakan lolos dalam verifikasi pemilu.

Sepanjang perjalanan politik dikancah nasional yang telah memutuskan programnya dalam tataran elit politik, yang kemudian dilaksanakan oleh para kadernya dibawah akan terus menjadi perbincangan hangat sampai pada 9 april 2014 yang akan menjadi pesta demkrasi yang telah ditetapkan leh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Sementara ini beberapa partai yang cukup unggul untuk memainkan peran politiknya sebagai pengendali kekuasaan yakni partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Demokrat (PD), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Nasionalis Demokrat (NasDem), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Ada 9 Partai yang cukup dominan untuk melakukan upaya perubahan dalam skala nasional, tetapi probemnya, dari beberapa partai yang kuat tersebut, tentu saja akan terjadi koalisi dan oposisi tentunya. Ada beberapa hal yang perlu untuk diamati yakni Empat (4) area sensitif yang meliputi problem Etika elit politik, isu Amandemen UUD 1945, aksi Evaluasi Pemerintahan, aturan Pemilu 2014 dan serangan politik.

1. Etika Elit Politik

Munculnya politik santun yang acapkali digembar-gemborkan oleh pak Beye, sangat erat kaitannya dengan etika politik, ada banyak cara mencapai tujuan kekuasaan, tetapi tidak banyak etika yang digunakan oleh para elit politik kita. faktanya adalah masih banyak para elit politik yang mempertajam konflik, ketidakmampuan mengelola team work, meluapnya emosi menghadapi kritikan.

Disamping itu pula masih banyak perilau amoral elit politik yang berkutat pada perempuan dan korupsi, sehingga menjadi teramat wajar, bahwa negeri ini berjalan mundur, target akan kemajuan diera reformasi ini menjadi kancah perjudian para elit politik yang kemudian secara sistemik menumbalkan kepentingan-kepentingan rakyat.

Para tataran moral ini perlu kita sadari bersama, bahwa rakyat dan para elit politik merupakan kesatuan yang berkesinambungan, sehingga adanya sistem money politik yang saat ini sudah membudaya di akar rumput, diakui ataupun tidak para elit politik juga bertanggung jawab untuk membenahi hal tersebut.

2. Isu Amandemen UUD 1945

Kemungkinan besar akan terbelah menjadi dua kelompok politik, yakni kelompok politik yang menginginkan amandemen UUD’45 dan kelompok politik yang menginginkan kembali ke UUD 1945 asli. Kelompok politik yang menginginkan amandemen UUD 1945 didasari oleh realitas politik saat ini yang menyangkut pemilihan umum Presiden, pilkada, peran DPD, dan tentang hubungan ketatanegaraan antar lembaga negara. Tentang pemilihan presiden, sebagian kelompok politik ini menginginkan dibolehkannya calon independen karena menjadi presiden diyakini sebagai hak politik seluruh rakyat Indonesia. Tentang pilkada, kelompok ini sebagian menghendaki bahwa pilkada di tingkat Kabupaten tidak diperlukan karena ongkos besar politik dan kejenuhan politik ditingkat daerah, termasuk konflik politik yang cukup banyak di tingkat daerah. Pilkada cukup dilakukan di tingkat profinsi. 

Isu amandemen UUD 45, tentu saja berkaitan dengan realitas fakta politik yang kian carut marut dengan agenda kepentingan para elit politik di negeri ini, sehingga muncul pro dan kontra dengan kemungkinan agenda amandemen UUD 45 yang akan di usung ke ranah publik.

3. Aksi Evaluasi Pemerintahan

Rakyat memiliki hak dan kewajiban untuk mengontrol sistem berjalannya pemerintahan, dimana rakyat yang seharusnya memiliki kekuatan yang signifikan, justru fakta tersebut dibalik sedemikian rupa oleh pemerintah, supaya rakyat bodoh dan tidak berdaya.

Momentum evaluasi pemerintahan tahunan di Indonesia yang paling dominan mempengaruhi politik nasional ada pada lima peristiwa, yakni momentum peringatan reformasi, momentum pidato tahunan Presiden, momentum hari buruh, momentum hari pendidikan nasional dan momentum sumpah pemuda. Pada momentum peringatan reformasi 21 Mei, seringkali dijadikan kelompok mahasiswa untuk melakukan refleksi tahunan untuk melakukan evaluasi terhadap praktik penyelenggaraan negara. Jika pada momentum peringatan reformasi ini ditemukan banyak pembelokan arah reformasi dimana agenda-agenda penting reformasi seperti pemberantasan korupsi, penegakan supremasi hukum, demokratisasi politik dan ekonomi tidak lagi sesuai dengan track nya maka kemungkinan besar mahasiswa akan kembali melakukan protes terhadap persoalan ini. Sebut saja misalnya kasus Century yang belum tuntas, kasus mafia pajak dan penggelapan pajak, kasus pemberitaan Wikileaks,kasus proyek hambalang yang menggurita dan masalah-masalah kemiskinan yang masih terus mendera rakyat Indonesia. Mahasiswa sebagai kekuatan sosial politik kelas menengah yang paling independen ia akan tetap muncul menyuarakan kepentingan rakyat banyak, karena panggilan moralnya yang setiap hari pada mereka diajarkan tentang objektivitas, rasionalitas, kejujuran, dan sejumlah budaya intelektual lainnya. Mahasiswa pada setiap zaman akan tetap menjadi kekuatan yang masih menakutkan bagi pemerintahan yang korup dan diktator.

4. Aturan Pemilu 2014 & Serangan Politik 

Jika sampai menjelang 2014 tidak ada gejolak politik signifikan maka Pemilu 2014 akan berlangsung sebagaimana pemilu-pemilu sebelumnya dan pemenangnya sudah dapat diketahui sejak saat ini. Jika tidak ada tokoh muda alternatif yang visioner, memiliki integritas, dan memiliki leadership yang kuat dari calon independen, pemenang pemilu presiden kemungkinan besar akan dimenangkan dengan pola yang sama, yakni dimenangkan oleh sosok yang popular dan memiliki modal kapital yang besar. Bukan oleh mereka yang minus popularitas apalagi yang minus modal kapital. Hal menarik lain yang akan mewarnai dinamika politik menjelang pemilu 2014 adalah problematika menyangkut aturan main pemilu. 

Nampaknya yang akan banyak menyita energi politik sebelum pemilu adalah menyangkut batas Parliamentary Threshold (PT) yang dijadikan patokan untuk mendapatkan kursi di tingkat DPR RI dan DPRD. Jika perolehan kursi di DPRD ditentukan oleh partai yang lulus PT, tentu ini menjadi sumber picu politik baru. Selain soal PT, penggalangan koalisi politik juga akan mewarnai dinamika politik nasional. Koalisis politik ini bisa terjadi dimulai saat pembahasan aturan pemilu. Koalisi politik akan dilakukan semata-mata karena hal pragmatis kekuasaan. Hal ini bisa memicu protes dari massa partai maupun berbagai kalangan lainya.

Selain aturan pemilu 2014, serangan politik antar partai dan antar kekuatan politik juga akan menjadi menu sehari-hari. Makin mendekati pemilu maka makin santer dan intensif serangan-serangan politik dilancarkan para politisi. Hal ini dilakukan untuk melemahkan citra politik lawan dan sekaligus membangun citra politik diri dan partainya. Lebih berdampak sosial politik bahkan ekonomi jika arena serangan elit politik ini merambat ke massa akar rumput !

Dengan demikian Aturan pemilu 2014 perlu menjadi control kita bersama, bahwa semua partai politik yang akan berlaga pada tahun 2014 ini, harus mengacu pada tata aturan pemilu dengan sebenarnya, sehingga konflik pemilu mampu ditekan sedemikian rupa.