Pertarungan perebutan jabatan ketua umum dalam Kongres
 Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat akhir Maret nanti akan dimulai sejak 
perumusan aturan main, termasuk menyangkut kriteria calon. Pola 
faksionalisasi justru semakin terlihat, dalam membangun kerangka soal 
aturan main tersebut.
 Pengajar ilmu politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, AAGN 
Ari Dwipayana, menyebutkan, pertarungan mulai terlihat ketika kubu 
Cikeas atau yang berpatron sepenuhnya kepada Susilo Bambang Yudhoyono 
menyorongkan kemungkinan calon dari luar, yang dianggap lebih netral 
dari faksionalisme. Kubu ini juga menginginkan ada seleksi kandidat 
ketua umum sebelum KLB, dengan alasan menghindari pasar bebas.
Di 
sisi lain, faksi yang menyokong Marzuki Alie yang kini Ketua DPR jelas 
menginginkan calon dari internal dan tidak setuju dengan cara aklamasi.
"Kubu Cikeas jelas membuat frame
 yang membatasi kubu Marzuki Alie, dengan cara membangun opini bahwa 
ketua umum tidak bisa merangkap jabatan. Ini jelas menjadi pilihan yang 
sulit bagi Marzuki," sebut Ari, Kamis (14/3/2013).
Pertentangan 
wacana itu, memperlihatkan kesiapan antarfaksi untuk bertarung bebas 
dalam KLB nanti. Menurut Ari, cara yang paling rasional yang akan 
dilakukan adalah mencoba membangun semacam political agreement 
antarfaksi, mengenai kesepakatan minimal yang bisa dibuat sebagai aturan
 main dalam KLB. Tanpa kesepakatan minimal tersebut, KLB bisa berjalan 
sangat panas dan menjadi panggung terbuka, dalam membahas aturan main 
pemilihan ketua umum.
"Dengan political agreement 
antarfaksi, KLB mungkin lebih mudah dikendalikan tidak sebagai bola 
liar. Namun, jelas ini menjadi kesulitan bagi kubu Cikeas yang lemah 
dalam membangun jaringan ke bawah," papar Ari.
Sebelumnya, 
Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute, Hanta Yuda AR,  menilai KLB 
hanya akan menjadi ajang peneguhan kontrol Susilo Bambang Yudhoyono pada
 partai itu. Sejak awal, Yudhoyono yang Ketua Dewan Pembina dan Majelis 
Tinggi, menginginkan hanya satu figur sentral dan ketua umum terpilih 
tetap merupakan satelit-politik baginya.
"Dalam sejarah Partai 
Demokrat, (Ketua Umum) Subur Budhisantoso dan Hadi Utomo merupakan ketua
 umum yang hanya menjadi 'satelit politik' bagi SBY yang bersifat 
administrator dan penerjemah kebijakan-kebijakan politik SBY. Hasil 
Kongres Bandung yang dimenangi Anas Urbaningrum, awal dari adanya 
matahari kembar di Partai Demokrat," papar Hanta.
Dengan penjabat 
ketua umum hanya bakal diposisikan sebagai "administrator" partai dan 
satelit politik bagi Yudhoyono, KLB nanti pun tidak akan optimal. 
Kalaupun ada pengganti Anas Urbaningrum yang telah menyatakan berhenti 
sebagai ketua umum, figur tersebut tetap harus direstui dan bahkan 
disiapkan oleh Yudhoyono.
Sumber : Kompas.com 
                             


0 Komentar