Subscribe Us

header ads

DARAH TUMPAH FANATISME KElOMPOK



Indonesia sebagai sebuah negara yang berbhinneka, yang terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, adat dan kebudayaan yang berbeda, sangat membutuhkan kesadaran warga negaranya untuk bersikap dan menjaga kerukunan, kesatuan dan persatuan agar tidak terjadi disintegrasi di negara Indonesia tercinta. Dalam surat al hujarat ayat 13 bahwa manusia diciptakan Allah dari jenis laki-laki dan perempuan, berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar antara sesama manusia bisa saling bertaaruf, saling kenal tidak hanya kenal secara fisik tetapi sampai dengan budaya, adat, agama dan karakter masing-masing suku bangsa, agar terjaga persatuan dan kesatuan serta kerukunan umat manusia.  “Persatuan Indonesia” itulah bunyi sila ketiga dari pancasila sebagai lambang negara yang sekaligus salah satu pilar bangsa.

Kurang lebih satu minggu Indonesia telah menumpahkan darah saudara satu bangsanya yang memiliki semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Tapi kenapa masih banyak orang indonesia rela membunuh saudara sebangsanya hanya karena permasalahan yang sepele. Sebut saja daerah lampung yang sekarang rasa sumpah satu bangsanya sudah mulai hilang sehingga masyarakat lampung tidak bisa tidur nyenyak dengan munculnya perselisihan yang sedang membara seperti jerami yang terbakar karena terkena korek api, walaupun hanya sedikit tapi menyebar secara keseluruhan sehingga semua ikut terbakar.

Sebenarnya jika rakyat benar-benar memiliki semboyan di atas, maka darah yang mengalir segar dalam tumbuh tidak harus tumpah berceceran ditanah yang menyebabkan solidaritas antar suku terpecah belah, tetapi ironisnya bangsa ini sudah mulai hilang rasa tenggang rasa yang seharusnya di jungjung tinggi sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

 Beberapa hari yang lalu indonsesia telah memperingati hari sumpah pemuda yang salah satu isinya adalah berbangsa satu bangsa Indonesia, tapi semua itu hanya jadi oretan sejarah di atas kertas putih yang hanya bisa di baca tidak bisa di realisasikan oleh rakyat Indonesia. Lantas mau di bawa kemana negeri ini yang birokrasinya hanya sibuk mementingkan perutnya sendiri, lalu haruskah rakyatnya bercerai berai? Hanya rakyat yang peduli terhadap negeri ini yang bisa menjawabnya.

 Seharusnya sebagai bangsa yang besar harus sadar betapa pentingnya peran dan konstribusi masyarakat yang mempreoritaskan rasa solidaritas, bangsa yang kuat bukan malah kemana-mana memanggul senjata hanya untuk menghilangkan nyawa saudara sebangsa dan setanah air karena persoalan kecil yang tidak selayaknya harus tampil di berbagai media di seluruh Indonesia. Beberapa tahun yang lalu pertikaian seperti yang di lampung tejadi,  yakni antara suku madura dengan suku dayak, Kenapa rakyat tidak mengambil ibroh dari hal itu ketika selesai konflik mereka hanya menyesal karena banyak saudara-saudaranya yang kehilangan tempat tiggal, pekerjaan, bahkan orang-orang yang mereka sayangi harus pergi meninggalkan mereka hanya persolan yang tidak selayaknya di besar-besarkan. Dan berapa ribu orang lagi yang harus memiliki nasib yang sama seperti saudara-saudara kita orang suku madura dan suku dayak?, sungguh tragis rakyat negeri ini rela kehilangan saudara hanya kerena persoalan yang yang remeh temeh. Padahal seluruh agama di Indonesia mengharapkan perdamaian kepada seluruh pemeluknya. Tapi, kenapa hanya berbeda suku dan fanatisme yang berlebihan, akal jernih terkalahkan oleh birahi yang mengombar dendam. Kalau demikian apa arti sebuah bangsa yang mengutamakan persatuan. Sehingga fanatisme yang berlebihan banyak wanita kehilangan suaminya, suami kehilangan istrinya dan banyak anak kecil yang masih bingung dengan namanya sendiri, harus kehilangan keluarga yang sangat menyayanginya. maka akan bertambah berapa lagi tempat-tempat tuna wisma dan panti asuhan yang menampung yatim piatu hanya keluarga mereka  terbunuh oleh saudara sebangsanya sendiri.

Tak perlu kiranya kita mengkritik ulang para orang senayan untuk bergerak cepat menangani persoalan ini, karena sudah banyak kain kafan terbung sia-sia hanya menutupi sesosok tubuh yang maninggal karena fanatisme kelompok. Tapi sudah kurang lebih dari satu minggu terjadi, masih belum ada jejak kaki seorang presiden turun langsung memberikan ultimatum terhadap masyarakat lampung,  karena penegak disiplin dan keamanan yang tak lagi di hiraukan oleh masyarakat setemapat. Atau masih kurang banyak darah yang mengalir keluar dari urat yang berada dalam tubuh masyarakat lampung?. Hanya presidenlah yang dapat menjawabnya sebagai orang nomer satu di  negara.

Penulis: Novi Hermawan
Mahasiswa STAIN Jember,  aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)


Posting Komentar

0 Komentar