Problematika yang melilit bangsa ini
tidak ada putus-putusnya, mulai dari tingkat nasional sampai pada tingkat
regional, problemnya hanya satu yang cukup susah untuk dituntaskan yaitu tindak
pidana korupsi (tipikor), hal ini mempengaruhi seluruh sendi-sendi pembangunan
masyarakat untuk lebih maju, sehingga dampak yang signifikan terhadap
masyarakat Indonesia secara keseluruhan berada di garis kemiskinan yang cukup
parah, disebabkan hal ini terkait dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang
didominasi oleh kaum elit politik untuk terus memperkaya diri, dengan cara-cara
memarup anggaran yang akan di kucurkan.
Berbicara tentang persoalam tindak
pidana korupsi yang melilit para birokrasi kita, sejauh ini terkesan aspek
politik yang lebih mendominasi ketimbang aspek hukum, bahkan ironisnya para
aparat penegak hukum juga dililit kasus persoalam korupsi (proses suap
menyuap), contohnya adalah salah satu dari anggota mahkamah konstitusi (MK)
yang dicurigai telah terkena suap, dan saat ini masih dalam proses investigasi
oleh pihak yang berwajib.
Sejauh ini yang diamati oleh penulis,
ada pergeseran yang cukup drastic ditubuh birokrasi kita mulai dari masa ke
masa, terutama aspek intelektualitas, moralitas, tingkat kejujuran, dan
komitmen untuk membangun masa depan bangsa. Bangsa Indonesia mulai dari orde
lama, orde baru, sampai pada era reformasi, pergeseran dan perkembangan dari
ideology bangsa semakin tidak karuan. Pada satu sisi akulturasi budaya pada
saat ini sudah tidak bisa dibendung lagi, pergeseran nilai yang cenderung
westernisasi.
Berbicara tentang kapitalisme yang
merupakan product dunia barat, yang terlahir dari kawasan eropa, kini telah
mendarah daging di tubuh bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam etnik,
budaya, ras, dan keyakinan. Maka pertama kali yang diserang adalah ideology
bangsa sebagai prinsip dasar aturan main dalam sebuah kebijakan, dalam artian
bangsa kita saat ini bukan berasaskan pancasila dan berpedoman pada UUD 1945,
namun ideology bangsa kita saat ini jauh lebih pada kapitalisme global yang
menyeruak pada semua sendi-sendi pembangunan bangsa mulai tingkat nasional
sampai pada tingkat regional.
Lebih spesifik lagi kita berbicara dalam
konstek regional khususnya di daerah Jember yang mengalami disorientasi khususnya
pada anggaran yang baru-baru ini mencuat kepermukaan yaitu tentang Megaproyek sport
center senilai 150-200 miliar yang mengalahkan proyek bandara notohadinegoro
yang hanya senilai 35 miliar dan penerangan jalan umum (PJU) senilai 90 miliar.
(baca radar jember, senin 13 Desember 2010, hal 42). Artinya apa, bahwa sejauh
ini visi dari pembangunan daerah jember yang seharusnya pro rakyat justru
berbalik arah menjadi pro elit politik, ini yang kemudian kami sebut
kapitalisme mendarah daging di tubuh para elit birokrasi kita, sehingga
berdampak sistemik terhadap pembangunan masyarakat untuk lebih maju, oleh sebab
itu adanya ketidak transparanan para petinggi membahas masalah RAPBD ini yang
seharusnya selalu menjadi tanda tanya dan menjadi sorotan besar oleh masyarakat
terhadap kinerja yang akan dilakukan oleh pemerintah.
Jember 2011. Oleh : Faisol
0 Komentar