Buku
yang berjudul Gus Dur dan Pendidikan Islam, dalam rangka mengembalikan esensi
pendidikan di era global, patut kita cermati dan dianalisis bersama, sehingga
memebrikan khazanah keilmuan yang tajam. Buku tersebut sangat layak untuk
dibaca, karena memuat tentang konsep dan strategi pendidikan, khususnya
pendidikan Islam di era global.
Konsep yang ditawarkan
dalam buku tersebut tentang pendidikan islam yang diteropong melalui pemikiran
K.H. Abdurrahman Wahid, atau Gus Dur panggilan akrabnya, yang mempunyai gelar
presiden RI ke 4 di negeri tercinta ini. Konsep yang ditawarkan dalam buku
tersebut adalah tentang:
1.Tujuan Pendidikan Islam perspektif
K.H. Abdurrahman Wahid
A. Pendidikan Islam berbasis neomodernisme
Pendidikan Islam dalan
perspektif Gus Dur, tidak lepas dari peran pesantren sebagai salah satu
institusi pendidikan Islam yang menjadi wahana resistensi moral dan budaya atau
pewaris tradisi intelektual Islam tradisional. Dalam perjalanan historisnya, pesantren
muncul sejak awal abad hijriyah, hingga masa-masa paling akhir dari imperium
Usmaniyah diturki pada awal abad ke-20. Dan sampai kini keberadaan pesantren
masih sedemikian penting dalam pemberdayaan masyarakat.
B. pendidikan
islam berbasis pembebasan
Pendidikan Islam
sebagai wahana pembebasan bagi ummat manusia, sudah tertuang dalam teks-teks
Al-Qur’an dan diperkuat oleh Al-Hadist, akan tetapi secara konstektual hal
tersebut sudah tersirat pada ayat-ayat Tuhan yang tidak tertulis, sehingga
sangat memungkinkan bagi manusia untuk menginterpretasikan Al-Qur’an secara
skriptual dan menginterpretasikan ayat-ayat Allah secara konstektual (Realitas
Cosmos).
C. Pendidikan
Islam Berbasis Multikulturalisme
Pendekatan yang
digunakan Gus Dur dalam usaha menampilkan citra Islam ke dalam kehidupan
kemasyarakatan adalah pendekatan sosio-kultural. Pendekatan ini mengutamakan
sikap mengembangkan pandangan dan perangkat kultural yang dilengkapi oleh upaya
membangun sistem kemasyarakatan yang sesuai dengan wawasan budaya yang ingin
dicapai itu. Pendekatan ini lebih mementingkan aktifitas budaya dalam konteks
pengembangan lembaga-lembaga yang dapat mendorong transformasi sistem sosial secara
evolutif dan gradual. Pendekatan seperti ini dapat mempermudah masuknya ‘agenda
Islam’ ke dalam ‘agenda nasional’ bangsa secara inklusifistik.
2.Kurikulum Pendidikan Islam
Perspekif K. H. Adurrahman Wahid
Pertama,
orientasi pendidikan harus lebih ditekankan kepada aspek afektif dan psikomotorik.
Artinya, pendidikan lebih menitikberatkan pada pembentukan karakter peserta
didik dan pembekalan keterampilan atau skill, agar setelah lulus mereka
tidak mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan daripada hanya sekadar
mengandalkan aspek kognitif (pengetahuan).Kedua, dalam proses belajar
mengajar guru harus mengembangkan pola student oriented sehingga
terbentuk karakter kemandirian, tanggung jawab, kreatif dan inovatif pada diri
peserta didik. Ketiga, guru harus benar-benar memahami makna pendidikan dalam
arti sebenarnya. Tidak mereduksi sebatas pengajaran belaka. Artinya, proses
pembelajaran peserta didik bertujuan untuk membentuk kepribadian dan
mendewasakan siswa bukan hanya sekedar transfer of knowledge tapi
pembelajaran harus meliputi transfer of value and skill, serta
pembentukan karakter (caracter building). Keempat, perlunya
pembinaan dan pelatihan-pelatihan tentang peningkatan motivasi belajar kepada
peserta didik sehingga anak akan memiliki minat belajar yang tinggi. Kelima,
harus ditanamkan pola pendidikan yang berorientasi proses (process oriented),
di mana proses lebih penting daripada hasil. Pendidikan harus berjalan di atas
rel ilmu pengetahuan yang substantif. Oleh karena itu, budaya pada dunia
pendidikan yang berorientasi hasil (formalitas), seperti mengejar gelar atau
titel di kalangan praktisi pendidikan dan pendidik hendaknya ditinggalkan. Yang
harus dikedepankan dalam pembelajaran kita sekarang adalah penguasaan
pengetahuan, kadar intelektualitas, dan kompetensi keilmuan dan keahlian
yang dimilikinya. Keenam, sistem pembelajaran pada sekolah kejuruan
mungkin bisa diterapkan pada sekolah-sekolah umum. Yaitu dengan
menyeimbangkan antara teori dengan praktek dalam implementasinya.
Sehingga peserta didik tidak mengalami titik kejenuhan berfikir, dan siap
manakala dituntut mengaplikasikan pengetahuannya dalam masyarakat dan dunia
kerja. Metodologi Pendidikan Islam Perspekif K. H. Adurrahman Wahid?
A.
Strategi Politik
Gus Dur mengambil sikap
dan langkah yang berbeda dengan mayoritas aktivis Islam karena ia memiliki
dasar yang kuat. Wawasannya sangat luas karena ia memahami dengan baik
teks-teks keagamaan dan khazanah intelektual Islam, baik klasik maupun
kontemporer. Pemahamannya terhadap banyak khazanah intelektual Islam dan juga
khazanah intelektual secara umum membuatnya menjadi pribadi yang memiliki
pandangan komprehensif terhadap berbagai persoalan yang ada. Dan karena itulah,
Gus Dur memandang keberagaman harus mendapat perlindungan dan tak ada yang
memiliki hak untuk menindas apalagi meniadakan sesuatu karena alasan perbedaan,
walaupun yang berbeda secara numerik hanya sejumlah kecil saja.
B.
Strategi cultural
Pondok pesantren
sebagai lembaga kultural yang menggunakan simbol-simbol budaya jawa, sebagai
agen pembaharuan yang memperkenalkan gagasan pembangunan pedesaan (rural
development), sebgai pusat kegiatan belajar masyarakat (centre of community
learning) dan juga pondok pesantren yang bersandar pada silabi yang dibawakan
oleh Imam Al-Suyuti lebih dari 500 tahun nan-lalu, dalam itmam al-dirayah
silabi inilah yang menjadi dasar acuan pondok pesantren tradisional selama ini,
dengan pengembangan kajian Islam yang terbagi dalam 14 macam disiplin ilmu yang
kita kenal sekarang ini, dari nahwu atau tata bahasa arab klasik hingga tafsir
al-qur’an dan teks hadis nabi, semuanya dipelajari dalam lingkungan pondok
pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam.
C.
Strategi sosio-kultural
Dengan demikian Gus Dur menempatkan pesantren pada sebuah tempat eksklusif
dalam kognisi beliau. Pemikiran-pemikiran Gus Dur masih terbuka bagi siapa saja yang ingin memperebut dan
memperjuangkan budaya-budaya Islam tradisional, khususnya budaya pesantren,
namun tidak menutup mata terhadap kondisi dan perkembangan zaman yang terus
berevolusi.
Buku ini sangat menarik
untuk dibaca bagi para pemerhati pendidikan maupun bagi para pendidik, karena isi
dari buku tersebut secara keseluruhan, upaya menggagas konsep pendidikan islam
yang bermutu dan berkualitas, dalam rangka turut mencerdaskan kehidupan bangsa.
Selamat membaca. (Umar Al-Faruq)
3 Komentar
Gus Dur, guru bangsa yang plural...dengan gaya pemikiran yang zig-zag...pendidikan di indonesia harus bisa dan mampu mkenerjemahkan pemikiran guru bangsa tersebut dalam kehidupan nyata.
BalasHapusGus Dur...sebagai politisi sekaligus menjadi guru dalam banyak persoalan.
BalasHapusGus Dur adalah sosok yang Genius dalam pemikiran maupun sepak terjangnya....
BalasHapus