JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mendukung penuh putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang mempermudah syarat pemilih di Pemilihan Umum Kepala Daerah dengan hanya menggunakan KTP atau kartu keluarga.
Putusan ini dinilai akan menjadikan pesta demokrasi di daerah menjadi lebih sederhana, murah dan mudah. Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Muhammad Sulton Fatoni, mengatakan semua pihak harus mendukung putusan MK tersebut.
Putusan itu diharapkan dapat menekan faktor biaya tinggi dan mempermudah teknis pelaksanaan Pemilukada, yang selama ini masih terkesan rumit. Salah satu kerumitan yang sekarang nampak adalah pendataan dan pemetaan pemilih, meski sebenarnya masyarakat sudah memiliki syarat untuk bisa menjadi pemilih.
"Jika kita komitmen dengan demokrasi yang substansial, pelaksanaannya bisa lebih sederhana, murah, dan mudah. Kita sudah punya infrastruktur yang dibutuhkan KPU, dalam hal ini syarat untuk masyarakat bisa menjadi pemilih, yang mana itu tidak perlu lagi dipersiapkan dari nol," ungkap Sulton melalui keterangan tertulis kepadaOkezone di Jakarta, Kamis (14/3/2013).
Putusan MK tersebut, lanjut Sulton, dinilai juga dapat mengembalikan partisipasi masyarakat, yang dalam sejumlah Pemilukada belakangan mengalami penurunan drastis.
"Yang perlu digarisbawahi juga, rendahnya partisipasi masyarakat di sejumlah Pemilukada belakangan ini dikarenakan persepsi pelaksanaannya yang rumit. Jadi saya rasa putusan MK ini sangat positif, karena keikutsertaan masyarakat secara aktif dalam pemilihan kepala daerah akan menghasilkan seorang pemimpin yang legitimatif," tambahnya.
Untuk pelaksanaan demokrasi yang lebih baik, putusan MK juga diharapkan direspons oleh KPU sebagai penyelenggara secara lebih luas. Penggunaan KTP atau KK sebagai syarat menjadi pemilih tidak hanya diterapkan di Pemilukada, namun juga di Pemilihan Legislatif dan Presiden.
Mahkamah Konstitusi, Rabu 13 Maret 2013, mengabulkan gugatan atas UU Pemerintah Daerah No 32 tahun 2004 Pasal 69 ayat 1, yang diajukan oleh dua warga Jakarta, masing-masing Mohammad Umar Halimuddin dan Siti Hidayati yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Gubernur karena ditolak petugas PPS Kelurahan Cibubur, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur.
Majelis Hakim MK dalam putusannya menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945, karena menghalangi masyarakat untuk manjadi pemilih hanya karena tidak terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT). Putusan ini dijatuhkan untuk menjamin tidak adanya pelanggaran hak konstitusional.
Majelis hakim MK juga memerintahkan kepada KPU selaku pelaksana Pemilukada untuk membuat aturan khusus terkait putusan ini. Kisruh Pemilukada yang seringkali muncul akibat permasalahan di DPT juga diharapkan dapat diredam melalui putusan tersebut.
Sumber : Okezone.com
0 Komentar