Tepat
pada hari Jum’at, tertanggal 17 Agustus 2012, sebagai bentuk penghormatan dan
rasa Syukur yang mendalam, atas terjadinya kemerdekaan bangsa Indonesia, dengan
terjadinya peristiwa proklamasi yang dibacakan langsung oleh mantan Presiden
RI, Soekarno, dan didampingi oleh bung Hatta. Peristiwa besar yang terjadi pada
17 agustus 1945, yang kemudian selalu dikenang setiap tahun dengan melaksanakan
upacara penghormatan terhadap para pejuang yang meninggal dimedan tempur untuk
merebut kekuasaan dari pihak asing. Sampai detik ini Indonesia sudah mencapai
67 tahun menjalani proses kemerdekaannya, dengan meletakkan dasar ideology
Pancasila, sebagai falsafah dan pedoman Negara dan warganya.
Mengingat
bangsa ini yang sudah menjalani prosesi kemerdekaanya sudah lebih dari setengah
abad lamanya, maka seharusnya bangsa ini sudah mengalami kemajuan yang pesat,
baik dilihat dari sector ekonomi, budaya, agama, rasa tau golongan, maupun
dalam konstek social politik. Merujuk pada apa yang dipaparkan oleh Kiki Syahnakri,
dalam opininya yang berjudul “Kontemplasi Kemerdekaan”, yang terbit pada hari
rabu tertanggal 15 Agustus 2012, tentang bentuk rekomendasi atas bangsa yang
selalu carut-marut bahwa “guna mengembalikan arah perjuangan bangsa menuju
cita-cita luhur kemerdekaan, seluruh elemen bangsa , terutama tentang system
yang diajukan guna merubah alur tata Negara, dengan proses melakukan perubahan
fundamental. Pertama mengembalikan
roh Negara terhadap spirit Negara yang berdasarkan Pancasila dengan melakukan
pengkajian ulang terhadap UUD 1945, kedua mengembalikan system yang betul-betul
roh dari demokrasi yang utuh, yaitu system demokrasi mufakat, bukan system yang
berdasarkan kekuatan kelompok, yaitu Voting. (Kompas, 15 Agustus 2012).
Jika
kembali menelisik terhadap persoalan bangsa ini, tentu ada hal yang paling
fundamental untuk dikaji ulang dalam rangka untuk melakukan perubahan. Sebab
terjadinya krisis pada suatu Negara, bukan hanya pada persoalan krisis ekonomi
saja, yang saat ini terjadi pada Negara-negara bagian eropa, yang berdampak
pada pada krisis dibelahan asia, termasuk Negara yang kuat terhadap
perekonomian, yaitu Negara China, dengan pertumbuhan ekonomi yang menurun
drastic.
MERDEKA ATAU SEKEDAR REKAYASA
Kemerdekaan
suatu bangsa, bisa dilihat dari stabilitas dari berbagai sector yang menjadi
tata kelola dari sebuah Negara. Bentuk fluktuasi dari perekonomian akan
berdampak pada kesenjangan social, melemahnya aspek pendidikan, meledaknya
pertauatan antara etnis yang satu dengan etnis lainnya, serta memunculkan trush
antara golongan grusroot dengan kaum elit penguasa. Kondisi ini berdampak pada
Trush rakyat terhadap pembangunan dan system yang dijalankan oleh pemerintah,
sehinngga bentuk kekerasan atau anarkhisme dibeberapa wilayah sebagai bukti
adanya system error yang coba direkayasa oleh beberapa pihak, dan kemudian
system tersebut dipaksakan oleh pemerintah untuk dipatuhi oleh warganya,
sehingga tidak bisa dielakkan lagi kondisi yang demikian itu memicu ketidak
percayaan masyarakat terhadap tata kelola dan program yang coba ditawarkan oleh
pemerintah dengan bentuk rekayasa social-politik, dengan slogan pembangunan
ekonomi kerakyatan, dan stabilitas social yang terus bergerak dibeberapa
wilayah
Kami
sepakat dengan apa yang ditawarkan oleh bapak Kiki Syahnakri, dengan perlunya
Kontemplasi atas kemerdekaan bangsa ini yang masih menyisakan segudang tanda
Tanya. Beberapa hal yang memang perlu untuk diperkuat oleh bangsa ini adalah: Pertama mengembalikan system demokrasi
mufakat. Kedua membangun karakter
bangsa. Ketiga orientasi ekonomi
dengan sisitem liberalis, harus beralih terhadap system kerakyatan, dimana
rakyat menjadi objek dari Negara, dalam rangka membangun kesejahteraan. Keempat lembaga penegak hukum (KPK),
sebagai institusi pemeberantasan korupsi, suatu lemabaga pemerintahan yang
bersifat independen, dituntut tegas, cerdas, dan rasional dalam menindaklanjuti
kasus-kasus korupsi, seperti dilema kasus bank Century, tanpa ada bentuk ujung
penyelesaian yang memuaskan khalayak masyarakat Indonesia, sehingga kasus-kasus
yang berlangsung lama itu, terkesan ditutupi-tutupi yang pada gilirannya, hanya
akan menjadi basi, dan para penegak hokum terasa enggan untuk mengoreksi
kembali. Kelima mendesak pemerintah
untuk melakukan reformasi, atau kata yang lebih tepat, bahwa pemerintah harus
menyegerakan untuk melakukan “revolusi” birokrasi dan partai politik. (Kompas, 15 Agustus 2012).
Ada
hal yang cukup menarik dari pernyataan bapak Kiki yang perlu kita cermati untuk
dikaji ulang bersama-sama, yaitu tentang “upaya mendesak pemerintah untuk
melakukan proses reformasi pada birokrasi dan partai politik (Parpol)” Menurut
Kiki, upaya reformasi birokrasi sebagai lembaga yang berwenang di pemenrintahan,
semenatara itu partai politik sebagai organisasi social-politik dalam proses
kaderisasi kepemimpinan sebagai upaya membentuk dan mengembangkan kualitas calon
generasi pemimpin bangsa. Dua lembaga yang mempunyai peran yang sangat besar
terhadap proses rekrutmen kepemimpinan, dalam rangka membangun kredibilitas
dalam tata kelola pemerintahan.
Oleh
karena itu suatu hal yang selalu didengungkan oleh para tokoh, adalah
bentuk-bentuk reformasi yang sebetulnya kehilangan arah untuk dijadikan tujuan
dalam arah politik pemerintahan, mulai dari pasca krisis moneter yang terjadi
pada tahun 1998, dengan lahirnya reformasi pada tahun 1999 dengan naiknya K.H.
Abdurrahman Wahid atau dikenal Gus Dur sebagai guru bangsa dan bapak
pluralistik, yang pada saat itu Gus Dur di angkat menjadi kepala Negara,
disitulah terjadinya pergeseran dari zaman orde baru menuju era reformasi,
namun fakta-fakta tersebut tidak menunjukkan keberhasilan yang signfikan dalam
pembangunan nasional bangsa ini. Dalam konstek ini kami kira reformasi adalah
bagian dari masalalu yang kurang efektif dan efisien dalam proses penerapannya,
sehinngga pada detik ini, dengan bahasa ekstrem perlunya ”revolusi” pada dua
lembaga pemerintahan birokrasi dan partai politik. Revolusi pada birokrasi
dengan perombakan besar-besaran dalam upaya membersihkan person-person
birokrasi dalam menjalan pemerintahan yang cerdas, jujur, tegas, dan adil,
namun dalam faktanya pemerintah masih kewalahan dengan banyaknya scenario dan
rekayasa politik yang dimainkan oleh para elkit penguasa. Kemudian “Revolusi”
partai politik sebagai organisasi pendidikan politik secara empiric untuk
melanjutkan misi membentuk karakter pemimpin dengan kompetensi transfer of
knowledge dan kompetensi transfer of value, sebagai bekal kemampuan mengelola
Negara, demi kemajuan pada akhirnya. Lahinya partai politik dinegeri ini,
justru sangat membingungkan masyarakat, sehingga oportunis masyarakat, karena
ketiadaan Trust terhadap lembaga ini. Oleh karena itu perlunya “revolusi”
parpol dalam rangka mempersempit, atau menjadikan partai ideologis semata,
sehingga memudahkan dalam mengorganisir massa. Dengan demikian banyaknya partai
politik justru tidak berjalan efektif-efisien dalam gerakan dan langkahnya pada
satu sisi, sementara pada sisi yang lain munculnya partai yang kehilangan
ideology, sehingga yang terjadi parpol hanya menjadi kendaraan untuk meraih
kekuasaan dan financial semata, dan bersifat pribadi dan kelompok, disinilah
perlunya mengkaji ulang dan memperketat undang-undang tentang pembentukan
organisasi politik, sebagai lembaga atau institusi social politik yang
mempunyai kredibilitas, akuntabilitas, dan memiliki trust yang tinggi terhadap
masyarakat Indonesia.
Maju
atau mundurnya bangsa ini, masih sangat tergantung pada generasinya, disamping
element yang yang lain yang harus terus memacu terhadap proses perkembangan dan
pendidikan para calon generasi pemimpin bangsa dimasa depan.
Profile Singkat
Penulis
Faisol lahir pada 26 Juni di desa Pondokrejo Glantangan, Jember, adalah
anak kedua dari enam bersaudara, terlahir dari pasangan Muntaha bin Marlia dan
Rukayyah Binti Sholeh, masing-masing sebagai seorang petani dan pedagang.
Pendidikannya ditempuh mulai dari Sekolah Dasar pondokrejo 3 Kecamatan
Tempurejo Kabupaten Jember, lulus pada
tahun 1997. Melanjutkan ke Mts Raudlatul Iman Gadu Barat Ganding Sumenep pada tahun
1999, lulus tahun 2003, kemudian melanjutkan pada Madrasah Aliyah Raudlatul
Iman Gadu Barat Ganding Sumnep, Lulus tahun 2005, dan yang terakhir melanjutkan
ke S1 STAIN Jember pada tahun 2006 hingga sekarang. Perjalanan hidup selama menjalani akademisi,
pernah menjadi ketua osis mulai dari tingkat Mts sampai pada tingkat Aliyah.
Karya tulis yang pernah di publikasikan yaitu, Gusdur dan Pendidikan Islam, Upaya Mengembalikan Esensi Pendidikan
di era Global. Diterbitkan oleh Arruzz Media (AM). Disamping
itu pula Aktif di Indonesion Crisis Center (ICC).
0 Komentar