Belbagai media beberapa hari ini santer menginfokan bahwa kader DPC, DPD dan DPP Demokrat banyak mengharapkan SBY jadi Ketua Umum. Alasan utamanya agar tidak terjadi perpecahan antar kubu - kubu di internal Partai Demokrat.
Usulan dan rencana itu kelihatanya sangat bagus di mata para kader Partai Demokrat (PD). Karena tanpa perpecahan saja, hasil survey elektabilitas PD sekarang turun lebih dari 60% dari 20% an menjadi sekitar 8%, kalau terjadi perpecahan antar kubu kubu, elektabilitasnya akan makin terpuruk.
Bagi kader PD, sosok SBY di harapkan menjadi penyelamat, karena SBY lah yang masih di patuhi, di hormati dan pemersatu antar kubu.
Sangat bisa jadi, pola pikir para kader PD di atas bagus di pikiran dan bagi kepentingan mereka, tapi sungguh - sungguh tidak bagus bagi pikiran dan kepentingan rakyat serta bagi Partai Demokrat sendiri.
Andai betul pikiran kader-kader PD seperti tertulis di atas, dan besok SBY betul menerima dan terpilih menjadi ketum PD, maka hal ini adalah blunder yang nyata bagi Partai Demokrat untuk Pemilu 2014 nanti.
Mengapa demikian? Sebab :
1. Pak SBY sekarang adalah Presiden, kepala negara Republik Indonesia, pimpinan lebih dari 250 juta rakyat, yang beraneka ragam pilihan partainya. Bukan hanya pimpinan rakyat yang ada di partai Demokrat.
2. Dengan merangkap jabatan Presiden RI sekaligus sebagai Ketum PD, maka potensi rakyat berpikiran bahwa SBY tidak serius menjadi Presiden karena waktunya untuk mengurus rakyat pasti akan berkurang karena tergunakan untuk urusan Partai.
3. Secara psikologis SBY menurunkan derajat kepimpinannya, sebagai pimpinan seluruh rakyat, menjadi pimpinan rakyat di partai Demokrat. Soal waktu bisa jadi masih bisa dikompromikan, tapi soal keputusan atau kebijakan, sungguh sulit untuk dibedakan, karena satu sisi sebagai Presiden punya kewenangan untuk mengatur semua rakyat dan satu sisi sebagai Ketum Demokrat, punya kepentingan untuk kemajuan partai tersebut.
4. Rangkap jabatan Presiden dan ketum Parpol tidaklah baik bagi contoh kehidupan bernegara, dan juga tidak baik bagi masa depan partai itu sendiri. Contoh yang telah terjadi di masa Ibu Mega yang merangkap jabatan, ketika kinerja ibu Mega di pandang meragukan, maka partai dan karier bu Mega sendiri jatuh dimata rakyat. Pemilu 1999 suara PDIP 33.74% dan menjadi 18 % pada pemilu 2004. Selanjutnya, Bu Mega 2x tak terpilih jadi Presiden pada pemilihan langsung. Jargon apapun bagi petahana itu sulit merubah pandangan rakyat, karena rakyat lebih melihat apa yang dilakukan, bukan sekedar melihat apa yang di katakan.
5. SBY, bisa dicitrakan plin plan atau menelan ludah sendiri, karena beberapa waktu lalu secara terbuka, memperingatkan menteri yang juga rangkap jabatan jadi ketua umum parpol untuk fokus dalam bekerja sebagai menteri.
6. Semua issue di atas adalah bahan yang sangat empuk, bagi lawan politik melalui para pengamat yang rajin cuap cuap di media untuk di olah sedemikian rupa, sehingga citra SBY semakin jatuh di mata rakyat.
Para kader Partai Demokrat harus sadar bahwa mereka perlu bertindak sesuai dengan apa yang ada di pikiranya rakyat banyak, bukan semata apa yang ada di pikiranya saja. Sebab, rakyatlah yang punya suara. Atau paling ideal adalah bertindak untuk memenuhi kepentingan semua pihak, baik pihak internal PD dan rakyat umumnya.
Idealnya, kader Partai Demokrat dikacamata saya, mereka perlu berpikir dan bertindak dengan manfaat ganda, yaitu memilih ketum yang bisa :
1. mencegah perpecahan internal dan sekaligus, 2. yang bisa mempertahankan suara rakyat yang pada PEMILU 2009 telah memilih partai Demokrat, atau bila lebih mungkin adalah, 3. meningkatkan lagi.
Sosok SBY, tak diragukan bisa memenuhi kriteria atau tujuan nomor 1. Tapi saya ragu sosok SBY bisa mewujudkan tujuan nomor 2 dan nomor 3.
Mengapa?
Tak ada yang menyangkal bahwa karena sosok SBY lah demokrat menjadi partai ajaib, dalam tempo kurang dari 3 tahun sejak didirikan pada Pemilu 2004 meraih 7,45% dan pemilihan kedua selanjutnya menjadi pemenang pemilu dengan angka 20,85%.
Hal itu terjadi karena para pemilih suara mengambang yang tidak fanatik terhadap partai tertentu, bersimpati pada sosok SBY, yang dulu di citrakan sebagai pemimpin yang santun, cerdas, berlatar belakang militer yang di harapkan bisa bersikap tegas.
Kata kunci nya adalah SIMPATI RAKYAT. Pertanyaanya sekarang adalah betulkah rakyat masih bersimpati kepada SBY sebagaimana seperti tahun 2004 atau 2009. Jawabnya pasti tidak, simpati itu telah turun dengan berjalannya waktu. Akibat berbagai kejadian antaralain ketidaktegasan dalam bersikap, dan skandal Hambalang, Skandal Century yang diselalu digoreng lawan politiknya, serta bisa jadi skandal-skandal lainya yang bisa terungkap misal isue skandal IBAS yang terima dana 2 Milyar, dll. Isue tsb, di gulirkan dari data perusahaan Nazarudin (Julianis). Bukankah ocehan Nazarudin dan anak buahnya telah terbukti ampuh merontokan karir politik Anggie, Andi M, dan Anas U?. Tentu citra SBY dan simpati rakyat kepadanya akan makin terpuruk bila IBAS betul betul terkait dengan skandal Nazarudin cs.
SIMPATI itu seperti obor yang bersumber dari minyak, tanpa ditambah minyaknya otomatis Obor (simpati) akan padam, apalagi bila ada hal dilakukan yang membuat tempat minyaknya bocor, maka masa menyala Obor (simpati) akan lebih cepat padamnya. Mari kita menengok Obor (simpati) rakyat pada pemimpin bangsa kita yang sangat - sangat hebat yaitu Presiden Soekarno, dan Presiden Soeharto. Beliau sungguh di elu-elukan (berkelimpahan simpati) rakyat saat awal-awal memimpin bangsa ini, dan saat akhir jabatanya beliau di caci maki (miskin simpati) rakyat.
Sekali lagi SIMPATI RAKYAT itu punya masa waktu. Dan model pemimpin yang dikehendaki rakyat juga berbeda tiap masa waktu. Tentu tahun 2014, bukanlah 2004.
Lalu sosok siapa yang bisa diharapkan bisa memenuhi harapan nomor 1 & 2 atau juga nomor 3?
Dengan kekawatiran perpecahan kubu di Internal di PD, maka hal itu membuktikan bahwa struktur partai tersebut masih rapuh, dan masih tergantung pada figur. Kemenangan partai Demokrat sebelumnya takbisa dipungkiri karena faktor FIGUR YANG LAGI MENDAPAT SIMPATI RAKYAT.
Untuk bisa mempertahankan kemenangan dan sembari punya waktu yang agak panjang untuk memperkokoh struktur partai yang diharapkan nantinya tidak tergantung pada figur, maka RESEP YANG SAMA BISA DI COBA LAGI.
RESEPNYA bukanlah tertulis SBY, tapi RESEPNYA tertulis FIGUR YANG MENDAPAT SIMPATI RAKYAT & MENIMBULKAN HARAPAN RAKYAT.
Siapa figur - figur tersebut?
Di internal PD, sungguh sulit mencari figur tersebut, karena tokoh-tokoh sentral PD lah seperti Anas, Anggelia, Nazarudin, Andi malarangeng, yang menjatuhkan elektabilitas partai. Tokoh sentral saja telah terkontaminasi virus “Korupsi”, apalagi tokoh yang pondasinya biasa-biasa.
Yang sangat mungkin adalah tokoh luar. Tokoh dari luar yang bintangnya lagi naik daun dan mendekati RESEP diatas adalah JOKOWI, MAHFUD MD & DAHLAN ISKAN.
Jokowi tentu tidak mungkin, karena JOKOWI kadernya PDIP. Sosok Mahfud MD dan Dahlan Iskan bisa jadi sosok yang lebih mendekati resep di atas, karena mereka di kenal bersih dan tegas terhadap praktik korupsi. Mereka bisa di harapkan untuk meyakinkan masyarakat bahwa Partai Demokrat betul-betul bersih-bersih terhadap kader yang korup. Bukankah, kejatuhan elektabilitas PD, karena kasus-kasus korupsi ponggawanya, membereskan pengurus PD yang terkontaminasi virus korupsi adalah suatu keharusan, bila mereka betul-betul menginginkan PD kembali berjaya.
Mungkinkah kader PD ikhlas dan legowo mengimport Ketum dari luar?
Sungguh sulit, karena mereka lagi trauma dengan pengalaman import ketum dari luar, yang ternyata ketika turun jabatan, terindikasi akan mengobrak-abrik PD. Sang Mantan ketum, saat awal kejatuhanya terindikasi akan menggunakan jurus cap nazarudin yaitu jurus “aku jatuh, semua harus jatuh”.
Kedua, mereka tentu akan ketar-ketir bila sosok dari luar tersebut, akan mengobrak-abrik posisi-posisi mereka, apalagi bila di antara mereka (kader-kader PD) banyak yang sama-sama telah ternfeksi virus, virus yg menjatuhkan sang Ketum, bendahara, dll.
Ketiga, secara alamiah para kader Demokrat tidak rela, bila orang luar yang belum dan tidak berkeringat membesarkan Demokrat, mendapat anugerah puncak karier di partai tersebut.
Kader - kader Partai Demokrat sekarang betul-betul diuji untuk bersikap. Memilih Pak SBY, paling banter hanya akan menyelamatkan jabatan & posisi mereka sekarang hingga 2014. Memilih tokoh luar yang betul-betul hebat, bisajadi akan menggusur kader-kader yang busuk, namun akan menyelamatkan jabatan dan posisi kader yang baik baik hingga 2014 atau masa setelah itu. Bisa dikatakan dengan memilih SBY jadi ketum adalah hal yang diinginkan para kader PD, namun belum tentu itu adalah hal yang dibutuhkan bagi masa depan Demokrat.
Dalam pandangan saya, seseorang yang lebih memilih hal yang DIINGINKAN, bukan memilih hal yang di BUTUHKAN, adalah ciri orang yang belum matang (dewasa) dalam kehidupan. Begitu juga bila suatu partai memutuskan hal yang serupa. Sebagai orang luar, kita hanya akan tahu jawabanya pada besok atau lusa.
Saya pribadi sebagai rakyat sungguh tidak berkepentingan dengan ketum Partai Demokrat. Namun untuk harkat dan martabat Presiden RI, sebagai rakyat sepatutnya harus punya kepentingan dan kepedulian kepada pemimpinnya. Saya tidak rela dan tidak berharap, bila akhir jabatan Presiden SBY ceritanya akan berulang seperti akhir jabatan Presiden Soekarno dan Soeharto yang miskin simpati rakyat. Kejadian seperti itu tak perlu terulang lagi pada Presiden pemimpin bangsa ini, baik di masa sekarang dan dimasa mendatang, siapapun Presidennya.
PIKIRANKOE Sangatta, 30 Maret 2013 jam 13.35 (revised edition)
0 Komentar