Dalam wawancara eksklusif dengan sebuah stasiun
teve swasta nasional, Rabu (27/02) dinihari, mantan Ketua umum Partai
Demokrat, Anas Urbaningrum dengan gamblang mengatakan kalau Sekjen
Partai berlogo mercy itu, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) – seperti
dikatakan Nazarudin kepada Amir Syamsudin, juga berperan dalam
mega-proyek Hambalang.
Seperti diakui Anas, saat pertemuan antara
Nazarudin dengan Amir syamsudin, dirinya pun turut serta menyaksikan.
Tapi ketika didesak pewawancara, Anas menganjurkan untuk bertanya
langsung kepada Amir. Dirinya akan siap sebagai ‘cadangan’, jika Amir
tidak menjawab secara benar.
Menyaksikan tontonan seperti ini, saya kembali
dingatkan dengan Nazarudin, mantan Bendahara Partai Demokrat yang saat
ini telah jadi terdakwa. Sejak ditangkap di Kolumbia beberapa waktu
lalu, sampai saat ini tampaknya orang yang satu ini tak henti-hentinya
‘membidik’ orang-orang yang dianggapnya ikut serta menikmati. Dan telah
menjadikannya sebagai ‘korban’ konspirasi rekan-rekannya sendiri.
Yang pertama dibidik saat itu, memang Sang Ketua
Umum, Anas Urbaningrum. Akan tetapi ternyata Angelina Sondakh yang
dijadikan sasaran tembaknya. Tak lama kemudian, disusul mantan Menpora,
Andi Alfian Mallarangeng yang kena ‘tembak’ dengan begitu telak.
Tatkala baru-baru ini SMRC mengumumkan hasil
surveinya yang menyebut Partai Demokrat elektabilitasnya mengalami
‘terjun bebas’, sontak para petingginya menuding salah satu penyebabnya
adalah Anas Urbaningrum. Bahkan Presiden SBY, yang notabene Ketua Dewan
Pembina pun, di sela-sela ibadah Umrahnya menyempatkan menghimbau KPK
untuk segera menentukan status Anas.
Tak lama kemudian , entah memang diintervensi,
entah hanya kebetulan saja, KPK pun menetapkan Anas sebagai tersangka.
Maka jadilah Anas seperti Nazarudin juga, mulai membidikkan senjatanya.
Dan rupanya Anas tidak jauh-jauh amat mencari sasaran tembak. Ternyata
Ibas, Sekjen yang biasa mendampinginya saat Anas bertugas, langsung
ditembus ‘peluru’ tudingan yang akan membuat suasana semakin panas.
Lalu saya pun bertanya-tanya, apakah cara-cara yang
dilakukan para Kader Partai Demokrat – yang kesandung hukum – itu
sebagai bentuk ungkapan transparansi berdemokrasi, atau hanya sekedar
ungkapan dari dendam-kesumat orang yang telah di-‘korban’-kan ?
Entahlah. Saya, kita, kiranya hanya mampu
mengira-ngira. Dan yang jelas kita hanya mampu menunggu saja. Dengan
harap-harap cemas, tentu saja. setelah Ibas, siapa lagi kelak yang akan
menyusul selanjutnya?
Sementara dari sudut lain di dalam hati, saya hanya mengucap: “Inilah wajah NKRI saat ini…” ***
penulis : Adjat R. Sudratjad
0 Komentar