Subscribe Us

header ads

Sex Education di Pesantren


Di sebuah pagi, saya kedatangan tamu 2 mahasiswi STAIN Jember. Mahasiswi ini mengutarakan, bahwa akan melakukan penelitian tentang Persepsi Santri Nuris 2 Terhadap Pergaulan Bebas di Kampus STAIN Jember.
Sambil menyerahkan surat resmi yang ditandatangani Ketua P3M, Moch Chotib, SAg, MM, mahasiswi tersebut memberi pengantar soal maraknya pergaulan bebas di kampus hijau ini. Katanya, mahasiswa sudah biasa goncengan bersama antar lawan jenis, pegangan tangan dan lain sebagainya.

Saya mengawali wawancara penelitian ini dengan menyatakan, bahwa puncak dari pergaulan bebas adalah free sex (seks bebas). Hubungan seks di luar nikah yang marak terjadi di kalangan mahasiswa. Ini terjadi karena banyak faktor:

Pertama, secara biologis, mahasiswa rata-rata sudah memiliki usia yang cukup untuk menikah. Usia 18 sampai dengan 22 tahun, cukup matang secara seksual untuk menikah. Hasrat seks sudah menggebu-gebu. Sementara, di luar seks, psikologi dan materi belum cukup matang. Di tengah-tengah persimpangan jalan tersebut, banyak di antara mereka terpelosok ke seks bebas.

Kedua, secara psikologis, mahasiswa rata-rata sudah memiliki pengetahuan tentang seks. Sayangnya, pengetahuannya amat sangat terbatas. Seks hanya dipahami soal hubungan koitus. Dorongan ingin tahu dan mencoba inilah yang mendriver ke seks bebas sekalipun. Tanpa mengindahkan nilai dan budaya Timur yang menghendaki seks hanya dalam institusi pernikahan.

Ketiga, secara informatif, mahasiswa cukup punya kemampuan untuk mengakses informasi secara terbuka melalui internet. Perangkat media komunikasi semacam handphone yang paling jadul, juga bisa mengakses informasi perihal seks. Derasnya arus informasi seks ini, tak ada satu pun negara yang berhasil memproteksi. Cybersex yang membanjiri dunia informasi tumbuh dan berkembang bak jamur di musim hujan.

Keempat, secara sosiologis, kontrol sosial masyarakat sekitar kampus yang mulai kurang. Masyarakat lama kelamaan memaklumi pola pergaulan mahasiswa yang cenderung liberal dan bebas nilai. Pemakluman demi pemakluman ini yang memudarkan pranata sosial yang bersendikan nilai agama dan adat ketimuran. Nikah sebagai pranata sosial yang kudus sebagai alternasi akhir bila terjadi kasus hamil di luar nikah.

Kelima, secara antropologis, semua kampus tak merasa memiliki tugas dan tanggungjawab untuk membangun peradaban spiritual. Civitas akademika sibuk dengan urusan pendidikan, penelitian dan pengabdiaan masyarakat. Budaya agama bukan termasuk bidikan utama dalam membangun peradaban perguruan tinggi. Nilai dan budaya agama sekadar pelengkap seremoni hari besar agama dan doa di akhir perhelatan acara akbar kampus semata.

Pergaulan bebas sebenarnya, arus besar kebudayaan dan peradaban global. Arus ini seperti arus di dasar laut yang bisa menghancurkan batu karang yang kuat dan kekar. Siapapun, dimanapun dan kapanpun, bisa terkena terpaan arus ini. Tinggal, setiap diri punya pertahanan nilai dan budaya atau tidak untuk menampik gelombang arus tersebut. Pergaulan bebas ini ditopang oleh alphanya pendidikan seks di lembaga-lembaga pendidikan formal, serta krisis ketauladanan spiritual dari kalangan kampus.

Pendidikan seks di pesantran bukan sesuatu yang baru dan bukan pula sesuatu yang tabu. Pengajian kitab Uqudul Jain Fi Bayani Huququz Zaujain, kitab Qaratul ‘Uyun, dan kitab yang semisal, bukti empiris pendidikan seks sudah berlangsung lama dan juga sudah biasa. Kitab-kitab ini merupakan bagian buku ajar santri, terutama yang hendak akan melanjutkan ke jenjang pernikahan.

Kitab ini tak ubah buku kamasutra dalam tradisi Hindu Budha, dan materi pendidikan seks yang menjadi pelajaran sekolah di Amerika dan Eropa. Yang membedakan terletak pada keserbahadiran Tuhan dalam setiap aktivitas seks dalam Islam. Jima’ sebagai viganal penetrasion bukan sekadar hubungan fisik lelaki dan perempuan, bukan pula sekadar ungkap cinta dan sayang antar dua anak manusia, akan tetapi juga hubungan spiritual yang melibatkan Tuhan dalam setiap doa yang terpanjat.

Terutama kitab Qaratul ‘Uyun, secara detail membicarakan sex position layak acara sexphone sebuat televisi swasta, atauppun seperti konsultasi seks ala Dr Naek L Tobing atau Dr Boyke. Lagi-lagi yang membedakan dari jima’ pendidikan seks, dari pendidikan seks pesantren ini, adalah sambungan sinyal ketuhanan antara dua manusia yang mabuk asmara dengan Tuhannya. Doa-doa senantiasa mengiringi dari setiap aktivitas seks yang dilakukan, baik pra, proses, maupun pasca hubungan koitus.

Misalnya, dalam kitab seks pesantren yang dinilai terbaik dan paling sempurna dalam khazanah Islam klasik oleh Dr Hassan Hathout ini, disebutkan bahwa bila berhasrat melakukan hubungan seks, maka diajurkan untuk mandi, wudhu dan sholat 2 rakat terlebih dahulu, membaca fatihah, al-ikhlas dan sholawat masing-masing 3 kali. Dan seraya berdoa:

“Ya Allah, limpahkan berkah-Mu kepadaku dan kepada keluargaku (istriku), berkahilah keluarga yang berada dalam tanggung jawabku. Ya Allah, limpahkanlah rezeki-Mu kepada mereka melalui tanganku dan limpahkanlah rezeki-Mu melalui mereka. Limpahkanlah pula rezeki-Mu kepada mereka atas kerukunan serta kecintaan kami dan semoga Engkau menumbuhkan rasa cinta di antara kami”.

Dianjurkan untuk tidak berpakaian namun tetap menutup tubuh dengan satu selimut. Kemudian bermesraan dan bercumbu rayu sebelum melakukan hubungan koitus.

Diawali dengan mengulurkan tangan pada istri, dan istri seraya berdoa: “aku telah ridha Allah sebagai Tuhanku”. Dilanjutkan mencium ubun-ubun istri seraya berdoa: “wahai Dzat Yang Maha Halus, cahaya Allah di atas segala cahaya. Cahaya itu telah menerangi siapa saja yang dikehendaki-Nya”. Terus mencium telinga kanan dan kiri, serta meniupkan doa ke lubang telinga: “Di dalam pendengaranmu, Allah Maha Mendengar”. Kemudian mencium pipi kanan dan kiri seraya berdoa: “Wahai Dzat Yang Maha Mulia, Wahai Dzat Yang Maha Pengasih, Wahai Dzat Yang Maha Penyayang, Ya Allah”. Dilanjutkan dengan mencium dagu, seraya berdoa: “Allah itu cahaya langit dan bumi”. Terus, mencium leher, seraya berdoa: “Cahaya kekasih seiman di antara hamba-hamba-Mu yang shaleh”.

Dianjurkan juga mencium hidung istri seraya berdoa: “Wahai Dzat Yang Maha Pengasih di dunia, Wahai Dzat Yang Maha Pengasih di akhirat”. Lanjut, mencium leher, seraya berdoa: “Cahaya kekasih seiman di antara hamba-hamba-Mu yang shaleh”. Terus, mencium kuduk, seraya berdoa: “hatinya tak berdusta apa yang dilihatnya”. Kemudian, mencium telapak tangannya, seraya berdoa: “Dan aku telah melipatkan kepadamu kasih sayang yang datang daripada-Ku”.

Pemanasan ini dianjurkan untuk meminta istri menanggalkan baju dan BH. Mencium celah 2 buah payudara dan terus ke lubuk hati, seraya berdoa: “Wahai Dzat Yang Maha Hidup, Wahai Dzat yang berdiri pada dirinya sendiri”. Lanjut, mencium 2 buah payudara, seraya membaca 2 kalimat syahadat: “Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah”.
Setelah itu, saat suami dan istri sudah sama-sama bergairah, baru dilakukan vaginal penetrasion sambil membaca: “Dengan menyebut nama Allah, jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah setan dari sesuatu yang telah Engkau rezekikan kepada kami”.

Dianjurkan, suami istri mengalami orgasme bersama-bersama. Saat mengalami orgasme membaca doa dalam hati: “Segala puji bagi Allah yang menjadikan manusia dari air (sperma), lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan keluarga. Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Kuasa”. Dan setelah rampung, maka berdoa: “Ya Allah, apabila Engkau menjadikan makhluq di dalam perut wanita ini, maka jadikanlah ia seorang laki dan akan aku beri nama Ahmad atas hak Muhammad SAW. Ya Allah, jangan Engkau tinggalkan aku sendirian karena Engkau adalah sebaik-baik Dzat Yang Mewariskan”.

Dari uraian di atas, sangatlah jelas, seks tegas bukan sekadar permainan kelamin, bukan pula sekadar ekspresi cinta, akan tetapi seks merupakan ritus biologis yang sakral yang melibatkan dimensi psikologis dan spiritual. Tuhan hadir dalam setiap detak nafas dua anak manusia yang beradu cinta.
*Moch Eksan, Pengasuh Pesantren Mahasiswa Nurul Islam 2 Mangli Jember dan Pesantren Alam Padepokan Aziziyah Sadeng Lewissadeng Bogor.

Posting Komentar

0 Komentar