REVOLUSI
Kami atas nama rakyat jelata
mengadu pada sang penguasa
Tapi ternyata mereka telah tuli dan
buta
Tidak pernah melihat dan merasakan
apa yang kami rasakan.
Mereka hanya tahu mencari masa
dengan segala cara
Bekerja atas nama rakyat, itu hanya
dibibir saja
Kapan penguasa tahu kondisi
rakyatnya
Yang menangis sambil berlari-lari
Mengais sampah busuk sisa penguasa
Kami tahu bahwa Tuhan
tidak akan merubah nasib suatu kaum
kalau kaum itu tidak mau merubahnya.
Kami minta pada mereka
Yang asyik diskusi disenayan
Jangan memberikan pelajaran yang
tidak baik pada rakyat
Biar tidak ditiru oleh rakyat.
Jangan menindas rakyat,
karena penguasa lahir dari rakyat
hari ini kita butuh revolusi
dalam rangka penyegaran kembali
kalau tidak kami akan unjuk gigi
inilah geraham kami yang mulai
ompong
yang semakin hari tidak bertaring
kami sebagai rakyat kecil
sudah lelah meliahat perilaku
birokrasi
yang hanya tahu bagaimana caranya
meraih kursi
sementara mereka tidak tahu
menjalankan fungsi.
Cita-cita kami hanya ingin
menjadikan bangsa yang berbudi
Bukan bangsa yang tunggangi oleh
kaum yahudi
Mengertilah, pahamilah bahwa ini
adalah kata nurani
Siapa yang mendengar, merasakan,
tentu tahu apa yang kami inginkan.
DOA
NASIONALISME
Saudara-saudaraku, mari kita
berhenti sejenak
Tengadahkan tangan kita
Berdoa pada Tuhan
Semoga bangsa ini selamat dari
adzab Tuhan
Walau tidak bisa dipungkiri
Telah terjadi kegoncangan yang luar
biasa dibangsa ini
Mulai dari tsunami
Banjir bandang
Lumpur lapindo
Banjir dingin yang hampir
menenggelamkan ibu kota
Dahsyatnya merapi meletus
Sampai terakhir bromo mulai
meluapkan amarahnya
Semuanya telah menelan ribuan jiwa.
Ya….Tuhan kami
Engkaulah penerang bagi kami
Engkaulah penguasa diatas segala
penguasa
Jangan biarkan kami hidup di Istana
yang megah
Tapi menjadi penjara
Bukan itu yang kami inginkan,
Kami hanyalah ingin menghapus air
mata karena dosa-dosa kami
Maafkan kami yang telah memilih
umara’ hanya menjadi biang kerok
Tapi yang pasti kami sudah berusaha
yang sesuai dengan keinginan-Mu
Oh…Tuhan
Kami mohon pada-Mu berilah petunjuk
pada mereka yang mulai korup
Mereka yang mulai menggadaikan
keimanan
Mereka yang mulai gila dengan harta
dan wanita serta tahta
Dan mereka yang tak lagi mempunyai
semangat untuk memperbaiki bangsa ini
Ya,,,Tuhan kami
Berilah petunjuk pada mereka yang
lupa pada saudara-saudarnya
Yang fakir miskin, dzuafa’ dan kaum
jelata
Doa kami hanya untuk negeri
tercinta
Yang hijau dan kaya akan sumber alamnya.
Senyum
Keabadian
Dikala malam
semakin sunyi
Kurebahkan tubuh
ini diantara
Sepi sang waktu
menyelimuti.
Rintik-rintik
hujan menutupi bintang
Kilat membelah
langit
Guntur
menggemparkan kesunyian
Sejenak aku
terdiam
Disaat tarian
gemulai sang bidadari
Menaburkan
Senyum keabadian.
Air mata telah
menjadi pelipur lara
Duka telah
menjadi penyejuk jiwa
Indahnya
kematian
Ditengah
keterasingan
Telah membuka
tabir-tabir rahasia
Antara cinta,
luka dan air mata
Begitu molek dan
indah wajah yang kau tampakkan
Walau itu
acapkali menjadi tipuan
Topeng-topeng
kemunafikan
Dibungkus oleh
senyum tak bermakna
Bahwa kau sangat
cinta, namun tak mampu berkata
Gerak tubuhmu
menjadi pertanda
Gaya bahasa
menjadi luka
Jangan berteriak
pada Tuhan
Dikala jiwamu
ternodai
Lebih baik diam
saja
Karena berteriak
pun tidak berguna.
Tersenyumlah
para musafir
Meski luka
menyayat jiwa
Senandung
Syair Cinta
Gemetar suaramu
telah menggetarkan spritualku
Bait-bait itu
begitu indah terdengar saat kau bacakan
Dan perasaanku
terhanyut dan tenggelam diantara fakta dan imaji
Wahai kekasihku
dengarlah alunan musik jiwaku
Yang terus
merintih dalam ketidakberdayaan
Dan berkata Kau
masih ku puja
Siapapun engkau
Entah berbentuk
berhala
Sang hyang widi
Anak, ibu dan
bapak
TUHAN
Aku tersesat
dalam buaianmu
Terkapar dalam
jemari lembutmu
Tertidur
diantara suka dan luka
Ingin aku robek
dinding-dinding besar itu
yang telah
memisahkan kita
karena aku hanya
ingin bercinta denganmu
masihkah kau
membuka tanganmu yang indah dan lembut
lalu memelukku
dengan erat
menciumku dengan
hangat
dan berkata
akulah bidadarimu yang datang dari surga
menyampaikan
pesan Tuhan
dalam bait-bait
senandung cinta.
DUKA
YANG MENDALAM
Tengadah doa terus kami panjatkan
padamu Tuhan
Entah sampai kapan cobaan ini akan
berakhir,
Hari-hari terus di rundung duka
Air mata tak pernah sirna dari
kelopak kedua mataku.
Menangislah dan terus menjerit
Sebab cinta yang penuh dengan luka
Abadi untuk selamanya.
Hamba hanyalah makhluk biasa yang
tak pernah lepas salah dan dosa
Tapi apakah kemudian engkau rundung
makhluk-makhluk tak berdosa
Karena ulah kita
Yang selalu serakah
Yang tak pernah puas
Hingga engkau porak-porandakan
wasior dengan banjir bandang
Hingga kau tenggelamkan mentawai
dengan tsunami
Dan kau hanguskan Jogjakarta
Dengan meletusnya merapi.
Astagfitullah heladzim
Astagfitullah heladzim
Astagfitullah heladzim
Baru selalu ku ingat Asma_Mu
Ketika bencana melanda bangsaku.
Jember,
12 November 2010
BINTIK-BINTIK HITAM DITUBUHKU
Aku yakin kita tidak pernah
sempurna
Karena kesempurnaan terus dipupuk
untuk menjadi sempurna.
Apalagi bangsaku yang begitu besar
dengan bentuk pulau-pulau
Begitu sulit menjadi bangsa yang
baik
Hingga kita tidak pernah berhenti
di rundung duka.
Apapun alasannya
Tuhan maha kuasa diatas segalanya.
Oh….ya Rob
Ku coba mengambil nafas dalam-dalam
atas semua peristiwa yang terjadi
Merenungi untuk menjadi segumpal
pelajaran.
Kini ku hanya meniti harapan
walaupun terseok-seok.
Entah kapan harapan itu menjadi
sesuatu yang ku harapkan.
Hanya engkau tumpuan hidup diatas
perjalanan panjangku.
Doaku tak pernah berhenti untukmu
saudaraku
Hapuslah air matamu
Karena air mata itu tidak akan
pernah menghapus dukamu
Mulailah menjadi bangsa yang baik
Biar rakyat semakin baik.
Bersihkan noda-noda hitam yang tak
pernah usai
Semuanya tergantung padamu
pemimpinku yang ideal.
Jember, 12 November 2010
HENING
Tak lagi terdengar burung-burung
berkicau dengan merdu
Sebab hutan telah menjadi kota.
Tahukah engkau seperti apa kota
itu?
Dimana-mana sudah berdiri
pabrik-pabrik
Hotel dengan megahnya
Dan mall tempat manusia berduit
untuk shopping
Itulah kota yang disebut dengan
kota industri.
Suasanapun memanas
Bukan hanya alam
Tapi juga pikiran
Tenggelam dalam arus gelombang
magnetik
yang terus bersitegang.
Kesalahan seseorang terus
dicari-cari
Sehingga setiap hari selalu
berkelahi.
Nurani tak lagi dihiraukan
Sebab yang bicara adalah
kepentingan.
Lalu kapan damai hidup berdampingan
itu akan terealisasikan
Hanya omong kosong
Dan wacana yang membubarkan
keheningan.
Jember, 26 Juli 2012
Faisal
0 Komentar